Hidayatullah Muttaqin

Oleh: Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI, PGD

Hingga 13 Desember penduduk Kalimantan Selatan yang terkonfirmasi terinfeksi virus Corona (SARS-CoV-2) sudah mencapai 14.071 warga dengan jumlah kesembuhan sebanyak 12.627 orang dan kematian 553 kasus. Dengan ini maka angka kesembuhan (case recovery rate) Kalsel menjadi 89,7% dan tingkat kematian (case fatality rate) 3,9%.

 

Pertumbuhan Kasus Menghawatirkan

Tingkat pertumbuhan kasus harian Kalsel pada rentang waktu 1-13 Desember 2020 sudah cukup mengkhawatirkan. Rata-rata pertumbuhan kasus baru pada periode tersebut adalah 69 kasus per hari. Angka ini sudah menyamai rata-rata pertumbuhan harian di bulan September. Angka tersebut juga sudah mendekati keadaan bulan Agustus dengan jumlah kasus rata-rata 71 per harinya.

Perkembangan ini menggambarkan ledakan kasus pada tingkat nasional yang sudah terjadi pada bulan November lalu sebagai akibat utama liburan panjang akhir bulan Oktober juga merembet ke Kalimantan Selatan. Rembetan tersebut terjadi melalui berbagai kegiatan yang menghimpun orang-orang seperti pesta perkawinan dan semakin melemahnya penerapan protokol kesehatan. Kebijakan pelonggaran ekonomi dan “angin surga” zona hijau menimbulkan rasa aman sehingga masyarakat menjadi abai akan protokol 3M.

Perkembangan ini juga mengindikasikan potensi ledakan kasus Covid-19 Kalsel pada bulan Desember ini kemungkinan melampaui keadaan bulan Agustus. Potensi ini muncul lantaran adanya momen pilkada yang baru saja berlalu di mana efeknya akan terlihat pada satu hingga dua minggu ke depan. Di samping itu liburan panjang akhir tahun juga dapat memperluan skala pertumbuhan kasus harian Covid-19 khususnya pada bulan Januari yang akan datang.

Mencegah Potensi Ledakan

Kita sangat berharap agar potensi ledakan kasus Covid-19 yang lebih besar tidak terjadi. Mengingat setiap terjadi kasus baru, maka bertambah banyak potensi warga yang meninggal. Hal ini tergambar dari angka tingkat kematian atau “case fatality rate” akibat Covid-19 di Kalsel cukup tinggi, yaitu 3,9%. Ini artinya rata-rata dari 100 penduduk yang terinfeksi virus Corona, 4 di antaranya meninggal.

Semakin tinggi kasus baru terjadi juga menyebabkan tenaga dan fasilitas kesehatan yang tersedia semakin kewalahan menangani pasien. Jika kapasitas sudah overload, maka potensi pasien meninggal semakin tinggi.

Untuk itu kita harus meningkatkan upaya untuk mencegah terjadinya ledakan kasus yang lebih besar lagi. Idealnya pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan pengendalian mobilitas penduduk yang disertai dengan penutupan sementara kegiatan ekonomi, serta membatalkan liburan panjang akhir tahun.

Tapi strategi ini tidak menjadi bagian dari strategi pusat, karena itu daerah perlu mengintensifkan upaya-upaya pencegahan, seperti meningkatkan edukasi pentingnya penerapan protokol kesehatan terhadap masyarakat. Para ulama dan tokoh masyarakat harus dilibatkan dalam edukasi. Edukasi juga perlu dirancang berbasis komunitas sehingga jaungkauannya menjadi lebih luas dan semakin kreatif dengan menggunakan sarana media sosial. Sementara para kepala daerah setiap hari tampil di televisi lokal dan kanal Youtube, instagram dan facebook untuk memberikan edukasi dan motivasi secara langsung kepada masyarakat.

Protokol kesehatan juga perlu diperkuat melalui kebijakan dan regulasi. Seperti larangan tegas untuk terjadi kegiatan berkerumun, acara-acara pertemuan yang melibatkan banyak orang seperti pesta perkawinan. Pengurangan jam buka toko atau layanan jasa tidak sampai malam hari. Termasuk pemerintah daerah menerapkan WFH atau “work from home” untuk mencegah klaster perkantoran.

Di samping itu juga meningkatkan langkah 3T. Tujuannya agar secepatnya dapat mendeteksi keberadaan warga yang terinfeksi virus Corona sehingga yang kondisinya harus dirawat segera mendapatkan pelayanan rumah sakit sehingga potensi meninggal dapat diminimalisir. Begitu pula yang imunnya kuat dan tidak perlu perawatan supaya secepatnya diisolasi untuk mencegah penularan terhadap warga lainnya tanpa mereka sadari.

Pilkada sudah lewat sehingga meningkatkan tes PCR atau polymerase chain reaction terhadap penduduk sehingga memenuhi kriteria WHO seharusnya tidak menjadi masalah politik lagi. Meskipun peningkatan ini juga akan berbenturan dengan kapasitas laboratoriumnya yang bervariasi di berbagai daerah. []

Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI, PGD adalah dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan serta anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 ULM