BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN – Pemerintah pusat hingga pemerintah daerah di Kalimantan Selatan ( Kalsel ), saat ini sudah mulai mengampanyekan konsep adapatasi kebiasaan baru yang merupakan penerjemahan dan penyesuaian dari konsep new normal.

Yaitu, perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal namun dengan ditambah penerapan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. 

Namun menurut anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI, Pg.D, penerapan konsep tersebut membawa tantangan tersendiri bagi pemerintah. 

Hal ini disampaikannya dalam pertemuan virtual yang digelar Magister Ilmu Pemerintahan FISIP ULM yang juga dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Rabu (22/7/2020).

Mengolah data dari berbagai sumber termasuk data milik Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel dan Badan Pusat Statistik (BPS), Muttaqin menilai penerapan kebijakan new normal dan sejenisnya membawa dilema tersendiri. 

Menurutnya dilihat dari data, pasca berakhirnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah di Kalsel, jumlah kasus Covid-19 masih cenderung meningkat. 

Rata-rata status PSBB di beberapa daerah di Kalsel yang berakhir pada April dan Mei 2020. Namun, angka rata-rata kasus konfirmasi Covid-19 harian di Kalsel justru meningkat. 

Yaitu, 5,67 kasus perhari di Bulan April, 18,32 kasus di Bulan Mei, 80,33 kasus di Bulan Juni dan kembali meningkat menjadi rata-rata 92,10 kasus perhari di Bulan Juli 2020.

Penerapan konsep new normal dan sejenisnya, menurut Muttaqin, bisa saja menyebabkan pandemi berlangsung lebih lama, korban lebih banyak dan jangkauan paparan lebih luas.

Dampaknya pun luas, dari aspek kesehatan masyarakat memburuk, aspek biaya ekonomi yang semakin mahal dan pada aspek sosial ekonomi serta politik masalah semakin besar. 

Krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dapat menghabiskan sumber daya yang dimiliki daerah. 

“Karena itu para pemimpin daerah harus berpikir keras dan cepat untuk menciptakan inovasi kebijakan agar efektivitas semakin tinggi dengan sumber daya yang lebih terbatas,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM ini. 

Disampaikannya, mobilitas penduduk tidak bisa diatur hanya dengan mendirikan pos-pos pemeriksaan di perbatasan daerah, tetapi harus dikendalikan dari hulunya, yaitu kegiatan ekonomi. 

Karena itu, kata Muttaqin, perlu regulasi khusus penanganan terkait kegiatan ekonomi.

Muttaqin pun merumuskan enam rekomendasi kebijakan untuk pemerintah di Kalsel.

Pertama, pemberlakuan Work From Home untuk pekerjaan yang bisa dilakukan secara remote atau tidak mensyaratkan harus dilakukan di tempat-tempat tertentu. 

Kedua, pengurangan jam kerja dan shift kerja dalam seminggu sehingga para pekerja yang turun tidak 
harus setiap hari turun bekerja dalam 5 hari kerja. 

Ketiga, penerapan kriteria maksimal keterisian ruangan kantor, pabrik, gudang, dan ruang tempat kerja lainnya.

Keempat, pelarangan makan di restoran, rumah makan, kafe, dan warung, makanan harus dibawa pulang.

Kelima, larangan berkumpul dalam jumlah tertentu di ruang terbuka dan di dalam ruangan.

Keenam, menciptakan fasilitas dan aplikasi marketplace serta kegiatan pendukungnya yang mudah digunakan oleh pedagang di pasar dan masyarakat agar mereka dapat bertransaksi secara online tanpa harus bertemu di pasar.

Sumber: Banjarmasin Post, Penulis Berita; Achmad Maudhody.

Sumber tulisan: https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/07/22/pemerintah-kampanye-akb-begini-pandangan-anggota-tim-pakar-penanganan-covid-19-ulm?page=2