Ekonom minta program Kartu Prakerja dievaluasi agar tepat sasaran

Seorang warga di Banjarmasin sedang mengikuti pelatihan di aplikasi Kartu Prakerja. (ANTARA/Firman)

Program ini idealnya ditujukan kepada angkatan kerja berusia muda yang lebih familiar dengan teknologi dan aktivitas daring. Namun faktanya sekarang, semua orang mengaksesnya untuk mendapatkan uang cuma-cuma dari negara,”

Banjarmasin (ANTARA) – Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D meminta program Kartu Prakerja dievaluasi agar tepat sasaran karena dinilai kurang efektif.

“Program ini idealnya ditujukan kepada angkatan kerja berusia muda yang lebih familiar dengan teknologi dan aktivitas daring. Namun faktanya sekarang, semua orang mengaksesnya untuk mendapatkan uang cuma-cuma dari negara,” cetus dia di Banjarmasin, Sabtu.

Taqin melihat, dengan anggaran Rp20 triliun dan taget peserta 5,6 juta orang, program Kartu Prakerja lebih condong menjadi program pemborosan anggaran.

Sebagai contoh, biaya pelatihan sebesar Rp1 juta menjadi kurang logis di saat melimpahnya tutorial dan tayangan video  yang dapat diakses secara gratis melalui Youtube dan berbagai website lainnya.

Untuk itulah, tegas dia, program ini semestinya lebih punya target yang jelas dan efisien anggarannya. Sehingga triliunan rupiah dana negara dapat dialokasikan untuk program bantuan sosial yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk mempertahankan daya belinya.

“Bukan sebaliknya, yaitu memberikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan besar di balik penyedia jasa pelatihan daring,” timpal dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM itu.

Diakui Taqin, memang sebelum masa pandemi COVID-19, berdasarkan data BPS mayoritas pengangguran berasal dari generasi Z (orang-orang yang lahir dalam rentang tahun kelahiran 1998 sampai 2010) yaitu sekitar 48,6 persen dari 6,8 juta pengangguran pada tahun 2019. Namun seiring dengan jatuhnya perekonomian akibat wabah, maka terjadi pula peningkatan pengangguran dari penduduk berumur 24 tahun ke atas.

“Meski begitu, bukan berarti Kartu Prakerja bisa seenaknya didapatkan oleh orang-orang yang sebenarnya tidak berhak. Alhasil, program ini jadi keluar dari relnya,” tandas pria yang juga anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19.

Apalagi adanya permintaan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono agar pemerintah daerah membantu sosialisasi program Kartu Prakerja serta menyediakan fasilitas infrastruktur yang dibutuhkan untuk peserta seperti sarana digital dan sarana kebutuhan khusus bagi penyandang disabilitas, menurut Taqin tidak mudah bagi pemerintah daerah.

Sebab sedari awal program Kartu Prakerja tidak didesain untuk melibatkan pemerintah daerah. Di sisi lain, pemerintah daerah juga sedang fokus pada penanganan COVID-19, termasuk dari sisi anggarannya.

Meskipun demikian, pemerintah daerah memang harus bergerak untuk memitigasi naiknya angka pengangguran dan kemiskinan.

“Karena itu penting bagi pemerintah daerah dan pusat dari sekarang menyiapkan data digital yang diperbarui terus untuk tenaga kerja lokal termasuk UMKM yang sangat membantu membuat kebijakan lebih tepat sasaran dan lebih berdampak,” pungkasnya.

Sumber: Antara, 13 September – Pewarta: Firman.