Profesor Syamsul Arifin

Oleh: Prof. Dr. dr. Syamsul  Arifin

 

Melonjaknya kasus positif Covid-19 di Indonesia beberapa hari terakhir membuat kita semua merasa khawatir. Apalagi pada bulan desember sekarang sangat banyak momen yang dapat memicu peningkatan kasus Covid-19 diantaranya pelaksanaan PILKADA,, liburan panjang menjelang akhir tahun dan perayaan pergantian tahun 2020.

Dampak langsung dari pelaksanaan Pilkada akan diketahui setelah pesta demokrasi tersebut usai, akan tetapi libur panjang sudah berdampak pada peningkatan kasus covid-19. Pada libur panjang Idul Firi dari 22-25 Mei 2020, kasus positif corona di Indonesia naik 69 persen hingga 93 persen pada 28 Juni .Libur panjang HUT ke-75 RI dari 20-23 Agustus 2020 berdampak ke peningkatan kasus positif sebesar 58 persen sampai 118 persen. Sementara itu, libur panjang akhir Oktober lalu membuat kasus Covid-19 melonjak hingga 22 persen

Kekhawatiran  tersebut, akan semakin diperparah dengan pelaksanaan pesta pergantian tahun baru yang biasanya oleh  sebagian besar masyarakat  dilakukan dalam rangka menyambut tahun baru. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena beberapa faktor dalam pesta pergantian tahun tersebut berpotensi memicu penambahan kasus baru Covid-19.

Enam faktor yang berpotensi picu penambahan kasus covid-19 tersebut meliputi  KSMTLM, yaitu :

Kerumunan

Semakin banyak orang, semakin tinggi pula risiko penularan virus yang dapat terjadi.  Pembatasan sosial distancing dalam suatu tempat sebanyak 50%  dapat menurunkan transmisi  dalam 5 hari kemudian sebesar 50% , yaitu dari 2,5 orang menjadi 1,25 orang. Dengan pembatasan jumlah orang, memungkinkan untuk menerapkan protokol kesehatan jaga jarak minimal 1 meter.

Status kesehatan orang yang berkerumun heterogen

Kita belum bisa memastikan orang-orang yang berkerumun nanti merupakan orang-orang dengan status kesehatan yang prima semua. Hal ini karena kasus Covid-19 yang tanpa gejala (OTG) bagaikan fenomena gunung es, yang sebagian besar belum terdeteksi.

Meniup trompet

Aerosol yang mengandung virus tersebar luas terutama dari OTG yang tidak terdeteksi merupakan hal yang sangat berisiko pada penularan Covid-19.  Menurut Harvard, Williams Wells  dari Universitas Harvard telah menghitung percikan air berukuran besar dapat terbang sejauh hampir 1 meter, namun tak sampai dua meter sebelum akhirnya menyentuh tanah. Namun percik ini juga bisa terbang sejauh 8 meter jika tertiup angin atau keluar saat melakukan aktivitas yang disengaja, seperti bernyanyi, berteriak, atau meniup.

Toksin dari kembang api

Bahan beracun akibat pembakaran kembang api dapat merusak paru-paru  seperti yang dikemukakan Gordon dkk dari Departemen Kedokteran Lingkungan di NYU Langone Health pada jurnal Particle and Fiber Toxicology. Kondisi ini akan menyebabkan paru-paru semakin rentan serangan virus Covid-19.

Lama perayaan

Pesta  pergantian tahun  pada umumnya dilaksanakan dalam waktu yang lama. Durasi waktu yang dihabiskan bersama orang lain juga turut berpengaruh pada risiko penularan. Keberhasilan infeksi merupakan perkalian paparan virus dan durasi waktu.

Masker dibuka terutama jika makan-makan

Aktivitas lain yang dilakukan selama merayakan peergantian tahun adalah makan-makan. Hal ini adalah wajar karena waktunya lama dan mungkin sebagian kelelahan jalan-jalan atau meniup trompet. Pada saat makan inilah nantinya banyak orang yang melepaskan masker.  Hal ini meningkatkan risiko transmisi Covid-19 sebab berdasarkan penelitian  berbicara bisa menyebabkan 2.600 droplets kecil tercipta setiap detik ketika  berbicara dalam suara normal.

Dengan mengetahui potensi risiko penularan Covid-19 pada saat pesta pergantian tahun, diharapkan masyarakat kita dapat mengurungkan niatnya untuk merayakan pergantian tahun seperti pada saat sebelum pandemi. Melalui kesadaran masyarakat yang tinggi  diharapkan risiko peningkatan kasus Covid-19 akibat pesta pergantian tahun tidak terjadi.[]

Prof. Dr. dr. Syamsul Arifin adalag Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat dan anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 ULM